Rabu, 22 Juli 2015
Selasa, 09 Maret 2010
Phalaenopsis amabilis (L) Blume
Anggrek bulan Phalaenopsis amabilis melalui keputusan Presiden 5 Juni 1990 dijadikan sebagai salah satu Bunga Nasional Indonesia dan dinobatkan sebagai Puspa Pesona Indonesia. Anggrek ini banyak menjadi perhatian insan anggrek dunia, fotonya sering menghias buku-buku anggrek baik di dalam maupun di luar negeri.
Anggrek yang cantik ini, untuk pertama kali didiskripsikan oleh Rumphius pada tahun 1750, ia menulis di Herbarium Amboinense masih dengan sintem polynomial (penamaan dengan banyak kata) yaitu Angraekum album majus yang artinya anggrek putih besar, jadi dikelompokan dalam genus Angraekum. Kemudian tahun 1753, Linneus mendapat tanaman ini dari Osbeck yang baru menjelajah ke Pulau Jawa menulis pada bukunya ‘ Species Plantarum’ memasukan dalam kelompok Epidendrum dengan sebutan Epidendrum amabile, tahun 1814 Roxburgh mengusulkan nama tanaman ini sebagai Cymbidium amabile.
Akhirnya tahun 1825 C.L. Blume mengukuhkan tanaman ini ke dalam genus Phalaenopsis dan diberi nama yang sampai sekarang dapat diterima secara universal yaitu Phalaenopsis amabilis. Kata Phalaenopsis berasal dari bahasa Yunani ‘Phalaina’ yang berarti kupu-kupu dan ‘opsis’ yang berarti seperti, sedangkan amabilis berasl dari bahasa Latin ‘amabile’ yang artinya cantik, manis.
Phalaenopsis amabilis berbatang amat pendek, sehingga yang kelihatan hanya daun-daun dan akar-akarnya saja. Daunnya sekitar 2 – 8 helai, tebal, kaku, panjang atau bulat panjang, mengkilat, ± panjangnya 30 cm, lebarnya ± 10 cm. Pada kondisi sehat dan subur ukuran daun akan lebih besar. Akarnya panjang-panjang, bulat bila menggantung bebas, pipih bila menempel pada media, mengkilat, berwarna perak atau warna aluminium. Akar yang sehat tidak berkerut, bagian ujungnya segara dengan warna kemerahan dan hijau di bagian titik tumbuhnya.
Tangkai bunga muncul dari pangkal batang atau dari ketiak daun, bisa lebih dari 1, ada kalanya bercabang, diameternya ± 3 – 5 mm, pankangnya ± 20 - 90 cm, jumlah bunga bervariasi bisa kurang dari 10 kuntum per tangkai, dapat pula lebih dari 60 kuntum per tangkai. Berbunga dua kali dalam satu tahun dan tahan lama.
Bunga tersusun rapat, berjajar, dua baris sebelah menyebelah tangkainya, sehingga enak dipandang mata. Ukuran diameter bunga bervariasi ± 7 – 10 cm, bisa juga lebih. Daum kelopak samping serong, putih, memanjang, agak meruncing ke bawah, menadah atau menyangga bibir, asimetris. Daun kelopak tengah atau punggung bulat telur, memanjang agak bulat diujungnya, simetris. Daun mahkota putih, membundar, lebar, asimetris, bersudut siku dengan kelopak punggung.
Bibir berbelah tiga, belahan yang samping kanan kiri putih, serong, pada pangkalnya terdapat bintik atau garis coklat kemerahan, ada kalanya berwarna keunguan, di pinggirnya sebelah menyebelah kuning atau jingga. Antara belahan terdapat tonjolan, kuning emas atau jingga berbintik sawo matang. Belahan yang di tengah segi tiga, runcing berbentuk tombak tapi melengkung ke atas dan di ujungnya berbenang kuning atau ungu yang bergelung ke dalam.
Anggrek Phalaenopsis amabilis memiliki penyebaran yang luas, di Indonesia dapat ditemukan di mana-mana, mulai dari ujung pulau Sumatra, kepulauan Mentawai, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua. Melihat penyebaran yang begitu luas, menunjukan kemampuan hidup dan adaptasi tanaman ini yang kuat. Kemampuan adaptasi hidup pada lingkungan yang beragam benar-benar memberikan tingkat keragaman anggrek ini yang besar.
Keragaman dapat terjadi pada ukuran habitus atau bunga, bentuk, warna, bibir, jumlah bunga dan lain-lain. Misalnya saja Phalaenopsis amabilis yang ditemukan di Maluku berbeda dengan yang dari Papua terutama berbeda dari aspek ukuran bibirnya. Bibir Phalaenopsis amabilis yang dari Maluku memiliki ukuran hampir 2 kali yang dari Papua.
Sekilas bila orang awam melihat bunga anggrek bulan seperti Phalaenopsis amabilis, Phalaenopsis aphrodite, Phalaenopsis stuartiana, Phalaenopsis sanderiana var alba, mungkin akan berbicara bahwa tanaman-tanaman itu sama. Betapa tidak bentuk bunga sama, ukuran sama, model bibir sama, warna sama yang membedakan habitus tanaman dan detil bibirnya (lihat Gambar 2). Disinyalir tanaman-tanaman itu awalnya sama tetapi karena proses adaptasi lingkungan yang berbeda untuk waktu yang panjang sehingga mereka berevolusi dan membentuk populasi yang berbeda.
Phalaenopsis amabilis adalah merupakan induk penting dalam melahirkan hibrida anggrek bulan putih dengan bunga banyak. Tidak sedikit hibrida anggrek bulan dunia terlahir dari induk ini, hingga tahun 1994 anggrek ini telah melahirkan 164 hibrida. Kalau masing-masing hibrida yang lahir dari induk anggrek ini kemudian digunakan sebagai induk silangan kembali maka sumbangan gen dari Phalaenopsis amabilis tetap ada dan menambah panjang anak cucu canggah wareng anggrek asal buni nusantara ini.
MEMBUAT MERIKLON
Meriklon berasal dari dua kata yaitu Meristem dan Clone. Meristem adalah merupakan jaringan muda yang sedang aktif membelah (ada primer (dari sel mula-mula) dan sekunder (dari jaringan tua yang muda kembali)); sedangkan Clone adalah individu identik yang diperoleh dari bahan vegetatif. Dengan demikian Meriklon dapat diartikan sebagai Individu identik yang diperoleh dari jaringan meristem (muda), terutama meristem primer.
Membuat meriklon anggrek tentu ada alasan dan dasar mengapa anggrek tersebut dimeriklonkan. Karena upaya memeriklonkan anggrek tertentu berarti melakukan usaha perbanyakan tanaman yang seragam / identik dengan induk tertentunya itu. Minimalnya perlu mempertimbangkan aspek minat dan luasan pasar, target produk, waktu dan tenaga, dan teknologi yang dikuasai.
Pembuatan meriklon paling sering dilakukan untuk menyediakan tanaman untuk produk bunga potong. Untuk memenuhi kebutuhan bunga potong tidak mungkin hanya disediakan sedikit tanaman, jelas untuk tujuan ini butuh tanaman yang seragan dan dalam jumlah yang banyak dengan berbagai variasi umur yang memungkinkan panen bisa dilakukan setiap waktu.
Bagaimana Membuatnya.
· Pertama -tama , kita harus menyiapkan media yang akan digunakan untuk menumbuhkan meristem. Media yang digunakan relatif berbeda dengan media yang biasa digunakan untuk menumbuhkan biji. Untuk mendapatkan hasil yang relatif identik dan baik, penggunaan bahan yang tidak jelas dan tidak terukur (bahan organik komplek) harus dihindari.
· Mensterilkan media yang telah kita buat dan juga enkas yang akan digunakan untuk proses kultur secara aseptik.
· Memilih dan mensterilkan bahan tanam. Bahan tanam berupa meristem dapat diambil dari : meristem apikal (jaringan muda yang ada di ujung tanaman), meristem dome (bagian terujung dari meristem apikal), meristem aksial (meristem yang tumbuh dari samping / keiki), dan terakhir meristem basal (dari mata tunas di pangkal batang), ada juga yang menggunakan ujung akar, primordia daun, primordia tangkai bunga dan lain-lain. Bahan -bahan tersebut sebelum disterilisasi dibersihkan dahulu dari bagian terluar misalnya daun-daun atau primordia daunnya, ini tentu dilakukan setelah bahan dicuci di air yang mengalir terlebih dahulu.
· Kemudian setelah disterilisasi kemudian dibilas dengan aquades steril , kegiatan ini sudah dilakukan secara aseptik di enkas / laminar air flow.
· Bahan tanam (biasa disebut eksplan) dipotong-potong sesuai kebutuhan, kemudian di tanam dalam botol yang sudah diberi media.
· Untuk tanaman anggrek, setelah eksplan ditanam pertama-tama yang diharapkan adalah terjadinya inisiasi ‘somatik protocorm likes bodies’ (SPLB). Berbeda kalau kita mengkultur dengan biji, maka produk awalnya adalah protocorm likes bodies (PLB).
· SPLB ini dapat langsung diinduksi menjadi tanaman anggrek yang lengkap (sering disebut planlet). Tetapi bila untuk tujuan produksi masal maka SPLB ini biasanya digandakan jumlahnya (proliferasi) terlebih dahulu, baru belakangan diinsisiasi menjadi planlet.
· Planlet atau tanaman yang sempurna yang berkembang dan tumbuh dari SPLB ini sudah disebut meriklon.
Sekilas membuat meriklon anggrek amatlah mudah. Namun sesungguhnya detail dan aplikasinya amat memerlukan penanganan dan pengetahuan yang lebih. Pengetahuan dasar media, pengetahuan hormon, pengetahuan teknik kultur adalah hal-hal yang minimal dipenuhi. Tapi jangan takut , bahwa dengan semangat, ketekunan dan tidak malu bertanya siapapun akan bisa.
Penulis sendiri pernah melakukan percobaan untuk mengklon anggrek bulan , dengan bahan tanam berupa primordia daun, ujung akar, dan ujung tangkai bunga yang muda. Membuat meriklon anggrek bulan memang lebih susah dibandingkan membuat meriklon anggrek lainnya. Tetapi dengan percobaan yang terus menerus akhirnya penulis dapat menginduksi ‘SPLB’ anggrek Phalaenopsis amboinensis dan kemudian menginisiasikannya menjadi planlet yang sempurna.
Media yang digunakan penulis adalah media VW dengan modifikasi penambahan beberapa vitamin, kombinasi sumber karbohidrat, dan pemberian zat pengatur tumbuh berupa NAA dan BAP. Beberapa gambar tentang hal itu dapat disimak di bawah ini.
ANGGREK DI PULAU PADAIDO PAPUA
Ketika Komda PAI Papua menyelenggarakan Pameran Anggrek Belantara Indonesia pada tanggal 22 – 26 Juli 2005. Kami bersyukur mendapat kesempatan melihat-lihat kecantikan anggrek-anggrek Papua di tempat habitat aslinya. Salah satu tempat cantik yang kami kunjungi adalah sebuah kepulauan Padaido, sekumpulan pulau-pulau kecil yang dengan transportasi Kapal Perintis memerlukan waktu tempuh 2- 3 jam dari Biak, kepulauan tersebut berada tidak jauh dari Pulau Supiori dengan pantai-pantai yang cantik dengan pasir putih, air jernih menghadap samudra Pasifik.
Kedatangan kami disambut tarian gadis-gadis Padaido dengan pakaian rumbai-rumbai, diiringi musik khas gitar dan kendang lalu sekali-kali ada teriakan-teriakan kegembiraan. Tetua adat tersenyum pada kami semua sambil sambil satu persatu memercikan air suci, memberikan topi pandan berhiasan bunga sebagai simbul penerimaan dan hormat pada kedatangan kami.
Dalam suasama gembira, setelah sesekali ikut menari, bernyanyi, bercengkrama dengan bocah-bocah Padaido berseragam sekolah, menyantap aneka makanan laut terutama kepiting kelapa yang lezat. Penulis dengan beberapa teman dari PAI Malang dan PAI Jakarta menelusuri Pulau Padaido yang konon luasnya kurang lebih satu kilometer persegi.
Pulau Padaido memiliki curah hujan yang tinggi, tidak jauh berbeda dengan pulau-pulau yang berada di samping kepala burung Pulau Papua. Selama kami berada di Kabupaten Biak – Nunfor, rasanya setiap hari kami merasakan hujan. Suhu di siang hari relatif panas, angin dari laut pasifik kencang. Fenomena itu menjadikan kawasan Biak Nunfor termasuk pulau Padaido memiliki kelembaban yang baik untuk anggrek. Air yang hampir setiap hari turun, diimbangi oleh suhu tinggi di siang hari dan angin kencang dari laut Pasifik menjadikan kondisi lingkungan yang optimal.
Dalam perjalan kami menelusuri pulau, sesekali kami berpapasan dengan penduduk asli yang tersenyum pada kami dengan ramah. Di halaman rumah penduduk yang penuh pepohonan kami mulai menemukan anggrek-anggrek liar ada juga yang nampak sudah dipelihara di muka rumah mereka. Paling banyak kami jumpai Grammatophylum scriptum,suatu anggrek yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan anggrek macan. Anggrek ini paling banyak tumbuh di tonggak kayu yang ditebang, ada juga yang tumbuh di tebing bebatuan. Tubuhnya subur dengan batang semu membulat cenderung menggerobol, daun seperti daun tunas kelapa, bunga dasar hijau hingga kuning dengan spot coklat hingga hitam. Yang menarik dari sekian banyak anggrek macan yang ditemui di pulau Padaido termasuk yang dibawa dan dijajakan penduduk asli untuk dijual kepada rombongan kita, dijumpai sosok anggrek macan dengan ukuran batang semu kecil-kecil dan ramping.
Dari hasil penelusuran di sela riuh kegembiraan kami bersama masyarakat Padaido, setidaknya kami dapat melihat dan belajar habitat beberapa anggrek yang kami jumpai hidup di alam Papua, diantaranya adalah : Anggrek Dendrobium smillieae Dendrobium spectabile, Dendrobium antenatum, Dendrobium schulleri, Dendrobium macrophylum, Dendrobium undulatum, Grammatophylum speciosum,
Jumat, 04 September 2009
Aklimatisasi Anggrek (Bag - 2)
Teknik Aklimatisasi, faktor ini sangat penting dan akan dibahas lebih luas dan lebih bersifat praktis agar dapat menjadi pengetahuan dasar bagi yang ingin mencoba mengeluarkan anggrek dari botol.
A. PERSIAPAN.
Sebelum kita melaksanakan aklimatisasi bibit anggrek dari botol, seyogyanya kita mempersiapkan bahan-bahan, alat dan bibit botolan yang akan kita akimatisasi.
Bibit botolan terpilih yang akan kita aklimatisasi, sebaiknya dikenalkan pada lingkungan yang akan digunakan untuk aklimatisasi yaitu dengan menempatkan bibit botolan di bakal lingkungan barunya (umumnya beratap) nanti selama beberapa waktu ( 1 minggu – 1 bulan). Ini akan membantu meningkatkan kemampuan adaptasi bibit karena umumnya lingkungan baru di luar botol, memiliki intensitas cahaya, suhu lingkungan yang lebih kuat.
Media tanam yang akan kita gunakan (misalnya : moss, pakis cacahan, spagnum atau cacahan arang) disterilisasi atau dimasak agar jamur, bakteri atau organisme pengganggu dapat dihilangkan dari media, sekaligus juga agar media lebih masak / lunak sehingga hara pada media itu mudah diserap bibit tanaman. Kadang juga ada yang menambahkan pupuk dengan dosis yang rendah sebelum media ditiriskan / dihilangkan dari air yang untuk memasak.
Siapkan pot yang akan digunakan untuk menumbuhkan bibit yang dikeluarkan dari botol, usahakan merupakan pot baru, menyangkut jumlah dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan. Pot dapat berupa pot plastik atau tanah, dapat pula diganti dengan keranjang plastik, gelas aqua, atau krat kayu. Untuk yang terbuat dari tanah, sebelum digunakan direndam air terlebih dahulu agar tidak menyerap air dari media.
Siapkan spidol, kertas koran, label, pinset panjang dan pendek / kawat yang dibengkokkan di ujungnya, gunting kecil, baskom / ember, kipas kecil (kalau ada), dan fungisida.
B. PEMILIHAN BIBIT
Pemilihan menyangkut jenis bibit anggrek sangat tergantung kesukaan atau kebutuhan mengeluarkan bibit, tersedia banyak jenis anggrek botolan, misalnya yang banyak dijual adalah : Dendrobium, Phalaenopsis, Cattleya, dan Vanda. Sedangkan jenis lainnya jarang ada. Pilihlah bibit anggrek botolan yang siap dikeluarkan, ciri-cirinya : besar, seragam, lengkap (berdaun dan berakar), daun berwarna hijau tua, berumbi (untuk jenis Cymbidium, Grammatophyllum), pertumbuhan normal, umur minimal 6 bulan. Penanganan bibit yang umurnya terlalu tua harus cepat dilakukan, bibit yang demikian biasanya ditandai dengan habisnya media agar dan mulai terjadi kerusakan tanaman terutama nampak adanya daun yang mencoklat.
C. PENGELUARAN BIBIT
Setelah segala sesuatu untuk keperluan pengeluaran bibit anggrek sudah siap. Maka kita bisa melakukan pengeluaran bibit anggrek dari botol. Caranya :
(1). Buka tutup botolnya, kemudian ke dalamnya diisi air tidak sampai penuh. Kocok perlahan-lahan, agar media agar yang ada di dalam botol dapat larut dalam air dan kemudian kita keluarkan. Bila perlu upaya ini dilakukan berulang 1-3 kali agar media agar yang tersisa dapat sebanyak mungkin kita keluarkan.
(2). Setelah media agar kita keluarkan, bibit anggrek yang ada di dalam botol selanjutnya kita keluarkan satu-persatu dengan menggunakan pinset panjang atau kawat yang diujungnya dibengkokkan agar bisa untuk mengait. Pada saat mengeluarkan usahakan yang keluar terlebih dahulu adalah akarnya, agar bibit tidak rusak. Bibit ditampung di baskom / ember yang telah kita isi dengan air bersih. Bila jumlah bibit botolan yang kita keluarkan cukup banyak jenisnya, maka penandaan atau pemberian label harus dilakukan agar tidak salah dalam penamaan tanaman.
(3). Mengambil bibit juga dapat dengan cara memecah botol. Caranya sebelum dipecah botol dibungkus dengan kain baru dipecah. Memecahkan botol harus dengan hati-hati karena bisa merusak bibit.
(3). Cuci bersih bibit anggrek yang baru dikeluarkan dari botol dari sisa-sisa media agar, buang daun-daun, akar yang rusak dengan cara mengguntingnya. Sebaiknya dalam mencuci gunakan air bersih dan mengalir.
Gambar 2. Mengeluarkan bibit anggrek
D. PERLINDUNGAN AWAL
Bibit yang sudah dicuci bersih, selanjutnya direndam di larutan fungsida agar terlindungi dari serangan jamur yang biasanya menjadi gangguan utama. Jamur dapat menyebabkan busuk daun, busuk akar, busuk umbi dan lain-lain yang berakibat pada kematian bibit. Fungisida yang biasanya digunakan adalah Benlate (dengan bahan aktif benomil 50 %) dan Dithane (dengan bahan aktif mankozeb 80 %), atau dapat juga digunakan : Cupravit (dengan bahan aktif tembaga oksiklorida 50 %), Daconil (dengan bahan aktif klorotalonil 75 %), Dimazeb (dengan bahan aktif mankozeb 80 %) dan lain-lain. Mengetahui alternatif fungisida menjadi penting, karena dalam pasaran tidak setiap merk selalu tersedia di suatu daerah. Penggunaan fungisida sebagai bahan pelindung awal bagi aklimatisasi bibit ini biasanya berkisar antara 2 – 5 g / liter air. Pada larutan fungisida ini bibit direndam selama 5 – 10 menit. Setelah itu bibit anggrek ditiriskan dengan ditempatkan di atas koran, bisa dengan dikering anginkan atau kalau banyak jumlahnya dapat dikeringkan dengan menggunakan kipas angin.
E. SORTASI DAN LABELING
Bibit anggrek yang telah bersih, terlindungi fungisida dan kering dikelompokan sesuai jenis dan ukuran. Yang ukuran besar-besar dikelompokan tersediri, yang kecil-kecil juga demikian. Kadang pengelompokan dapat terjadi sampai menjadi 3 kelompok, yaitu : besar, sedang dan kecil. Pemilihan bibit yang seragam sangat memudahkan pengelolaan.
Setelah sortasi bibit anggrek jangan sampai lupa kita memberi tanda / membuatkan label. Ini penting agar tidak terjadi salah penamaan.
F. KOMPOTING
Bibit yang telah dikelompokan atas dasar ukuran dan jelas namanya ditanam secara berkelompok atau dalam bentuk kompot (community pot). Bibit-bibit ditanam secara rapat di pot, bisa pula di wadah plastik, di gelas aqua, dikrat kayu, atau model kompot hamparan. Bentuk kompot ini sebagai bentuk adaptasi awal seperti kondisi sebelumnya di botol di mana mereka juga hidup berkelompok.
Gambar 3. Kompot dengan pot tanah (kiri atas), kompot model hamparan (kanan atas), kompot di kotak plastik (kiri bawah), kompot di krat kayu (kanan bawah).
Pada awal kehidupan anggrek di luar botol, 2 minggu pertama tidak usah ada penyiraman tetapi usahakan lingkungan kompot atau media tumbuh tetap cukup lembab. Maksudnya agar tanaman tidak busuk, dan justru terpacu untuk memfungsikan akar. Tanda-tanda akar mulai merespon lingkungan akan tampak bulu-bulu harus di perakaran, kemudian ujungnya mulai menghijau. Daun-daun bibit akan terdorong menjalankan totalitas perannya sebagai organ yang melaksanakan fotosintesis. Di dalam botol peran daun dalam menjalankan fotosintesis rendah. Bila daun-daun bibit yang masih muda tersebut mampu menjalankan fotosintesis yang meningkat, daun tersebut akan nampak segar, tidak layu / lemas.
Penyiraman terhadap tanaman bibit dalam kompot dilakukan setelah 2 minggu sejak tanam. Selanjutnya disiran 2 hari sekali atau melihat tingkat kelembaban media, kalau media masih lembab dan lingkungan juga lembab dan basah maka tidak perlu disiram. Pemupukan sebaiknya dilakukan seminggu 2 kali menggunakan pupuk majemuk yang memiliki komposisi hara lengkap mendekati media dalam botol. Pilihlah yang komposisi NPK-nya seimbang atau N-nya lebih besar. Selain tindakan pemupukan, perlu juga dilakukan pengobatan minimal sebulan sekali. Dapat menggunakan fungsida, insektisida, atau bakterisida sesuai kebutuhan.
A. PERSIAPAN.
Sebelum kita melaksanakan aklimatisasi bibit anggrek dari botol, seyogyanya kita mempersiapkan bahan-bahan, alat dan bibit botolan yang akan kita akimatisasi.
Bibit botolan terpilih yang akan kita aklimatisasi, sebaiknya dikenalkan pada lingkungan yang akan digunakan untuk aklimatisasi yaitu dengan menempatkan bibit botolan di bakal lingkungan barunya (umumnya beratap) nanti selama beberapa waktu ( 1 minggu – 1 bulan). Ini akan membantu meningkatkan kemampuan adaptasi bibit karena umumnya lingkungan baru di luar botol, memiliki intensitas cahaya, suhu lingkungan yang lebih kuat.
Media tanam yang akan kita gunakan (misalnya : moss, pakis cacahan, spagnum atau cacahan arang) disterilisasi atau dimasak agar jamur, bakteri atau organisme pengganggu dapat dihilangkan dari media, sekaligus juga agar media lebih masak / lunak sehingga hara pada media itu mudah diserap bibit tanaman. Kadang juga ada yang menambahkan pupuk dengan dosis yang rendah sebelum media ditiriskan / dihilangkan dari air yang untuk memasak.
Siapkan pot yang akan digunakan untuk menumbuhkan bibit yang dikeluarkan dari botol, usahakan merupakan pot baru, menyangkut jumlah dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan. Pot dapat berupa pot plastik atau tanah, dapat pula diganti dengan keranjang plastik, gelas aqua, atau krat kayu. Untuk yang terbuat dari tanah, sebelum digunakan direndam air terlebih dahulu agar tidak menyerap air dari media.
Siapkan spidol, kertas koran, label, pinset panjang dan pendek / kawat yang dibengkokkan di ujungnya, gunting kecil, baskom / ember, kipas kecil (kalau ada), dan fungisida.
B. PEMILIHAN BIBIT
Pemilihan menyangkut jenis bibit anggrek sangat tergantung kesukaan atau kebutuhan mengeluarkan bibit, tersedia banyak jenis anggrek botolan, misalnya yang banyak dijual adalah : Dendrobium, Phalaenopsis, Cattleya, dan Vanda. Sedangkan jenis lainnya jarang ada. Pilihlah bibit anggrek botolan yang siap dikeluarkan, ciri-cirinya : besar, seragam, lengkap (berdaun dan berakar), daun berwarna hijau tua, berumbi (untuk jenis Cymbidium, Grammatophyllum), pertumbuhan normal, umur minimal 6 bulan. Penanganan bibit yang umurnya terlalu tua harus cepat dilakukan, bibit yang demikian biasanya ditandai dengan habisnya media agar dan mulai terjadi kerusakan tanaman terutama nampak adanya daun yang mencoklat.
C. PENGELUARAN BIBIT
Setelah segala sesuatu untuk keperluan pengeluaran bibit anggrek sudah siap. Maka kita bisa melakukan pengeluaran bibit anggrek dari botol. Caranya :
(1). Buka tutup botolnya, kemudian ke dalamnya diisi air tidak sampai penuh. Kocok perlahan-lahan, agar media agar yang ada di dalam botol dapat larut dalam air dan kemudian kita keluarkan. Bila perlu upaya ini dilakukan berulang 1-3 kali agar media agar yang tersisa dapat sebanyak mungkin kita keluarkan.
(2). Setelah media agar kita keluarkan, bibit anggrek yang ada di dalam botol selanjutnya kita keluarkan satu-persatu dengan menggunakan pinset panjang atau kawat yang diujungnya dibengkokkan agar bisa untuk mengait. Pada saat mengeluarkan usahakan yang keluar terlebih dahulu adalah akarnya, agar bibit tidak rusak. Bibit ditampung di baskom / ember yang telah kita isi dengan air bersih. Bila jumlah bibit botolan yang kita keluarkan cukup banyak jenisnya, maka penandaan atau pemberian label harus dilakukan agar tidak salah dalam penamaan tanaman.
(3). Mengambil bibit juga dapat dengan cara memecah botol. Caranya sebelum dipecah botol dibungkus dengan kain baru dipecah. Memecahkan botol harus dengan hati-hati karena bisa merusak bibit.
(3). Cuci bersih bibit anggrek yang baru dikeluarkan dari botol dari sisa-sisa media agar, buang daun-daun, akar yang rusak dengan cara mengguntingnya. Sebaiknya dalam mencuci gunakan air bersih dan mengalir.
Gambar 2. Mengeluarkan bibit anggrek
D. PERLINDUNGAN AWAL
Bibit yang sudah dicuci bersih, selanjutnya direndam di larutan fungsida agar terlindungi dari serangan jamur yang biasanya menjadi gangguan utama. Jamur dapat menyebabkan busuk daun, busuk akar, busuk umbi dan lain-lain yang berakibat pada kematian bibit. Fungisida yang biasanya digunakan adalah Benlate (dengan bahan aktif benomil 50 %) dan Dithane (dengan bahan aktif mankozeb 80 %), atau dapat juga digunakan : Cupravit (dengan bahan aktif tembaga oksiklorida 50 %), Daconil (dengan bahan aktif klorotalonil 75 %), Dimazeb (dengan bahan aktif mankozeb 80 %) dan lain-lain. Mengetahui alternatif fungisida menjadi penting, karena dalam pasaran tidak setiap merk selalu tersedia di suatu daerah. Penggunaan fungisida sebagai bahan pelindung awal bagi aklimatisasi bibit ini biasanya berkisar antara 2 – 5 g / liter air. Pada larutan fungisida ini bibit direndam selama 5 – 10 menit. Setelah itu bibit anggrek ditiriskan dengan ditempatkan di atas koran, bisa dengan dikering anginkan atau kalau banyak jumlahnya dapat dikeringkan dengan menggunakan kipas angin.
E. SORTASI DAN LABELING
Bibit anggrek yang telah bersih, terlindungi fungisida dan kering dikelompokan sesuai jenis dan ukuran. Yang ukuran besar-besar dikelompokan tersediri, yang kecil-kecil juga demikian. Kadang pengelompokan dapat terjadi sampai menjadi 3 kelompok, yaitu : besar, sedang dan kecil. Pemilihan bibit yang seragam sangat memudahkan pengelolaan.
Setelah sortasi bibit anggrek jangan sampai lupa kita memberi tanda / membuatkan label. Ini penting agar tidak terjadi salah penamaan.
F. KOMPOTING
Bibit yang telah dikelompokan atas dasar ukuran dan jelas namanya ditanam secara berkelompok atau dalam bentuk kompot (community pot). Bibit-bibit ditanam secara rapat di pot, bisa pula di wadah plastik, di gelas aqua, dikrat kayu, atau model kompot hamparan. Bentuk kompot ini sebagai bentuk adaptasi awal seperti kondisi sebelumnya di botol di mana mereka juga hidup berkelompok.
Gambar 3. Kompot dengan pot tanah (kiri atas), kompot model hamparan (kanan atas), kompot di kotak plastik (kiri bawah), kompot di krat kayu (kanan bawah).
Pada awal kehidupan anggrek di luar botol, 2 minggu pertama tidak usah ada penyiraman tetapi usahakan lingkungan kompot atau media tumbuh tetap cukup lembab. Maksudnya agar tanaman tidak busuk, dan justru terpacu untuk memfungsikan akar. Tanda-tanda akar mulai merespon lingkungan akan tampak bulu-bulu harus di perakaran, kemudian ujungnya mulai menghijau. Daun-daun bibit akan terdorong menjalankan totalitas perannya sebagai organ yang melaksanakan fotosintesis. Di dalam botol peran daun dalam menjalankan fotosintesis rendah. Bila daun-daun bibit yang masih muda tersebut mampu menjalankan fotosintesis yang meningkat, daun tersebut akan nampak segar, tidak layu / lemas.
Penyiraman terhadap tanaman bibit dalam kompot dilakukan setelah 2 minggu sejak tanam. Selanjutnya disiran 2 hari sekali atau melihat tingkat kelembaban media, kalau media masih lembab dan lingkungan juga lembab dan basah maka tidak perlu disiram. Pemupukan sebaiknya dilakukan seminggu 2 kali menggunakan pupuk majemuk yang memiliki komposisi hara lengkap mendekati media dalam botol. Pilihlah yang komposisi NPK-nya seimbang atau N-nya lebih besar. Selain tindakan pemupukan, perlu juga dilakukan pengobatan minimal sebulan sekali. Dapat menggunakan fungsida, insektisida, atau bakterisida sesuai kebutuhan.
Sabtu, 08 Agustus 2009
Aklimatisasi Anggrek (Bag - 1)
Proses aklimatisasi adalah merupakan proses pengkondisian lingkungan terhadap bibit tanaman yang sebelumnya hidup di dalam botol (secara in vitro) agar selanjutnya dapat hidup di lingkungan luar botol (lingkungan alamiahnya). Proses ini sangat penting dan tidak bisa dikesampingkan dari proses pembibitan dengan pendekatan kultur in vitro atau kultur jaringan. Keberhasilan pada kegiatan pembibitan secara in vitro tanpa diimbangi kesuksesan aklimatisasinya hal tersebut tidak ada artinya. Maka dari itu semua pertimbangan dalam proses perbanyakan tanaman secara in vitro sudah harus mempertimbangakan kemudahan dalam aklimatisasinya.
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal penting, di antaranya adalah : jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana. Faktor-faktor tersebut tidak bisa saling dikesampingkan satu dengan lainnya, ketidak tepatan dalam hal satu fator saja dapat menjadi masalah dalam aklimatisasi.
Jenis anggrek, ada jenis anggrek yang dalam proses aklimatisasi tidak banyak bermasalah dan ada jenis anggrek yang proses aklimatisasinya demikian sulitnya. Jenis anggrek yang mudah diaklimasasi akan menghasilkan prosentase bibit hidup yang tinggi, sedangkan jenis yang susah tentu akan menghasilkan prosentase bibit hidup yang rendah bahkan bisa jadi mati semua. Bagi pemula sebaiknya usaha mengeluarkan anggrek dari botol sebaiknya di mulai dengan jenis anggrek yang mudah. Mudah tidaknya bibit anggrek diaklimatisasi secara biologis berkaitan dengan sifat fisiologis dan genetis dari tanaman anggrek itu. Ada bibit yang memiliki sifat fisiologi dan genetis yang menjadikan ‘struggle for live’ yang tinggi tetapi juga ada yang amat rentan. Banyak contoh jenis anggrek yang dianggap ‘mudah’ dalam aklimatisasinya sehingga tidak perlu disebut di sini. Adapun yang dianggap aklimatisasinya ‘sulit’ misalnya adalah anggrek Grammatophyllum scriptum, Dendrobium johanis, Dendrobium laseanthera, Phalaenopsis amboinensis.
Media in vitro, media agar yang digunakan menanam bibit di dalam botol sangat mempengaruhi sifat fisiologi tanaman yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan hidup bibit pada saat aklimatisasi. Media yang dibuat dengan hanya menggunakan hara tersedia atau siap komsumsi bagi tanaman (misalnya media MS / VW saja) tanpa penambahan bahan organik komplek atau pupuk-pupuk yang tidak tersedia akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya jelek. Kadang juga bisa akibat tambahan bahan yang kurang tepat, misalnya penambahan yang berlebihan atau semestinya tidak ditambahkan, dan faktor pH. Kebanyakan pembibit botolan anggrek dalam pembuatan media sudah menggunakan media yang sangat kombinatif, ke dalam media biasanya ditambahkan bahan organik komplek, seperti : ekstrak pisang, air kelapa, ekstrak tomat, ekstrak nanas, ekstrak kentang, ekstrak apel, pupuk organik, pupuk majemuk, bubur bayi, ekstrak herba dan lain sebagainya. Penambahan organik komplek dapat melatih bibit untuk mengkonsumsi hara makanan yang masih perlu perombakan, sama seperti di lingkungan alamiahnya di luar botol.
Umur Bibit, mengaklimatisasi bibit anggrek dengan umur masih muda lebih beresiko banyak yang mati, untuk itu agar prosentase bibit yang hidup tinggi pilihlah umur bibit dalam botol yang sudah siap dikeluarkan. Bibit yang siap diaklimatisasikan biasanya berumur minimal 6 bulan dalam botol, biasanya pada umur itu tubuhnya lengkap yaitu sudah memiliki daun dan akar yang relatif kokoh. Agar bibit tanaman tumbuh secara maksimal dalam botol, pengaturan jumlah bibit per botol harus dilakukan. Untuk anggrek bulan (Phalaenopsis) yang ditumbuhkan pada botol saos isinya maksimal 20 bibit tanaman, sementara untuk Dendrobium dapat berisi lebih banyak maksimal 30 tanaman. Tidak jarang ditemukan dalam satu botol saos berisi bibit tanaman yang relatif sangat banyak hingga mencapai 50 –60 bibit, kadang kondisi seperti ini menyenangkan dan menjadi pilihan pembeli. Tidak bermasalah kalau dapat menanganinya, hal yang perlu disadari bahwa populasi yang berlebihan akan mengurangi kemampuan tumbuh bibit yang semestinya dan bahkan dapat mengarah pada pertumbuhan yang abnormal seperti ‘etiolasi’ yang dicirikan tubuh tumbuh memanjang (Gambar 1). Kondisi ini pada proses aklimatisasi bibit jelas tidak akan langsung tumbuh tetapi adaptasi terlebih dulu untuk menghasilkan bentuk yang normal.
Media Aklimatisasi, faktor ini penting sekali karena merupakan tempat tumbuh baru bagi bibit. Media yang harus kita pilih adalah media yang adaptif dan kondusif bagi kehidupan dan pertumbuhan bibit. Pertama, karena
Gambar 1. Bibit tanaman yang teretiolasi dengan daun in vitro yang memanjang (A) dan daun baru pada saat aklimatisasi yang bentuknya berbeda (B) (Kiri), bibit yang normal (Kanan)
sebelumnya bibit hidup pada lingkungan botol yang aseptik (tiadak ada pengganggu : jamur, bakteri, virus), maka media aklimatisasi harus diusahakan relatif steril yaitu dengan cara media yang akan digunakan dimasak atau diatoklaf terlebih dahulu. Perlakuan ini sekaligus berfungsi mematangkan / melunakan media agar kondusif bagi pertumbuhan bibit. Pilih media yang mampu memberikan kelembaban tapi tidak disukai jamur dan bakteri. Banyak nurseri yang memilih media aklimatisasi (media kompot) berupa pakis cacahan, spagnum, moss dan pecahan arang.
Kemampuan Pelaksana, faktor ini jelas menjadi penentu keberhasilan aklimatisasi bibit dari botol. Bibit yang bagus ditangani oleh orang yang tidak mampu pasti hasilnya jelek, prosentase kematian tentu tinggi. Sebaliknya bibit yang relatif jelek ditangani orang yang berpengalaman bisa jadi bibit itu dapat terselamatkan. Prosentase kegagalan aklimatisasi bibit anggrek sering terjadi karena kecerobohan pelaksana. Misalnya mengeluarkan bibit tanpa persiapan (asal mengeluarkan), media tanam yang tidak disterilisasi, bibit tidak dibersihkan dan dipestisida, penyiraman yang berlebihan, penempatan yang tidak tepat, pemupukan yang tidak tepat dan lain-lain. Untuk mencapai suatu keberhasilan yang tinggi, orang yang baru mau mencoba melakukan harus mau bertanya dan belajar kepada orang yang berpengalaman. Kemudian dengan tekun dan telaten mencoba dan mencoba dengan tetap terus melakukan koreksi-koreksi menyesuaikan dengan kondisi sarana prasarana yang ada serta kondisi lingkungan masing-masing.
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal penting, di antaranya adalah : jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana. Faktor-faktor tersebut tidak bisa saling dikesampingkan satu dengan lainnya, ketidak tepatan dalam hal satu fator saja dapat menjadi masalah dalam aklimatisasi.
Jenis anggrek, ada jenis anggrek yang dalam proses aklimatisasi tidak banyak bermasalah dan ada jenis anggrek yang proses aklimatisasinya demikian sulitnya. Jenis anggrek yang mudah diaklimasasi akan menghasilkan prosentase bibit hidup yang tinggi, sedangkan jenis yang susah tentu akan menghasilkan prosentase bibit hidup yang rendah bahkan bisa jadi mati semua. Bagi pemula sebaiknya usaha mengeluarkan anggrek dari botol sebaiknya di mulai dengan jenis anggrek yang mudah. Mudah tidaknya bibit anggrek diaklimatisasi secara biologis berkaitan dengan sifat fisiologis dan genetis dari tanaman anggrek itu. Ada bibit yang memiliki sifat fisiologi dan genetis yang menjadikan ‘struggle for live’ yang tinggi tetapi juga ada yang amat rentan. Banyak contoh jenis anggrek yang dianggap ‘mudah’ dalam aklimatisasinya sehingga tidak perlu disebut di sini. Adapun yang dianggap aklimatisasinya ‘sulit’ misalnya adalah anggrek Grammatophyllum scriptum, Dendrobium johanis, Dendrobium laseanthera, Phalaenopsis amboinensis.
Media in vitro, media agar yang digunakan menanam bibit di dalam botol sangat mempengaruhi sifat fisiologi tanaman yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan hidup bibit pada saat aklimatisasi. Media yang dibuat dengan hanya menggunakan hara tersedia atau siap komsumsi bagi tanaman (misalnya media MS / VW saja) tanpa penambahan bahan organik komplek atau pupuk-pupuk yang tidak tersedia akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya jelek. Kadang juga bisa akibat tambahan bahan yang kurang tepat, misalnya penambahan yang berlebihan atau semestinya tidak ditambahkan, dan faktor pH. Kebanyakan pembibit botolan anggrek dalam pembuatan media sudah menggunakan media yang sangat kombinatif, ke dalam media biasanya ditambahkan bahan organik komplek, seperti : ekstrak pisang, air kelapa, ekstrak tomat, ekstrak nanas, ekstrak kentang, ekstrak apel, pupuk organik, pupuk majemuk, bubur bayi, ekstrak herba dan lain sebagainya. Penambahan organik komplek dapat melatih bibit untuk mengkonsumsi hara makanan yang masih perlu perombakan, sama seperti di lingkungan alamiahnya di luar botol.
Umur Bibit, mengaklimatisasi bibit anggrek dengan umur masih muda lebih beresiko banyak yang mati, untuk itu agar prosentase bibit yang hidup tinggi pilihlah umur bibit dalam botol yang sudah siap dikeluarkan. Bibit yang siap diaklimatisasikan biasanya berumur minimal 6 bulan dalam botol, biasanya pada umur itu tubuhnya lengkap yaitu sudah memiliki daun dan akar yang relatif kokoh. Agar bibit tanaman tumbuh secara maksimal dalam botol, pengaturan jumlah bibit per botol harus dilakukan. Untuk anggrek bulan (Phalaenopsis) yang ditumbuhkan pada botol saos isinya maksimal 20 bibit tanaman, sementara untuk Dendrobium dapat berisi lebih banyak maksimal 30 tanaman. Tidak jarang ditemukan dalam satu botol saos berisi bibit tanaman yang relatif sangat banyak hingga mencapai 50 –60 bibit, kadang kondisi seperti ini menyenangkan dan menjadi pilihan pembeli. Tidak bermasalah kalau dapat menanganinya, hal yang perlu disadari bahwa populasi yang berlebihan akan mengurangi kemampuan tumbuh bibit yang semestinya dan bahkan dapat mengarah pada pertumbuhan yang abnormal seperti ‘etiolasi’ yang dicirikan tubuh tumbuh memanjang (Gambar 1). Kondisi ini pada proses aklimatisasi bibit jelas tidak akan langsung tumbuh tetapi adaptasi terlebih dulu untuk menghasilkan bentuk yang normal.
Media Aklimatisasi, faktor ini penting sekali karena merupakan tempat tumbuh baru bagi bibit. Media yang harus kita pilih adalah media yang adaptif dan kondusif bagi kehidupan dan pertumbuhan bibit. Pertama, karena
Gambar 1. Bibit tanaman yang teretiolasi dengan daun in vitro yang memanjang (A) dan daun baru pada saat aklimatisasi yang bentuknya berbeda (B) (Kiri), bibit yang normal (Kanan)
sebelumnya bibit hidup pada lingkungan botol yang aseptik (tiadak ada pengganggu : jamur, bakteri, virus), maka media aklimatisasi harus diusahakan relatif steril yaitu dengan cara media yang akan digunakan dimasak atau diatoklaf terlebih dahulu. Perlakuan ini sekaligus berfungsi mematangkan / melunakan media agar kondusif bagi pertumbuhan bibit. Pilih media yang mampu memberikan kelembaban tapi tidak disukai jamur dan bakteri. Banyak nurseri yang memilih media aklimatisasi (media kompot) berupa pakis cacahan, spagnum, moss dan pecahan arang.
Kemampuan Pelaksana, faktor ini jelas menjadi penentu keberhasilan aklimatisasi bibit dari botol. Bibit yang bagus ditangani oleh orang yang tidak mampu pasti hasilnya jelek, prosentase kematian tentu tinggi. Sebaliknya bibit yang relatif jelek ditangani orang yang berpengalaman bisa jadi bibit itu dapat terselamatkan. Prosentase kegagalan aklimatisasi bibit anggrek sering terjadi karena kecerobohan pelaksana. Misalnya mengeluarkan bibit tanpa persiapan (asal mengeluarkan), media tanam yang tidak disterilisasi, bibit tidak dibersihkan dan dipestisida, penyiraman yang berlebihan, penempatan yang tidak tepat, pemupukan yang tidak tepat dan lain-lain. Untuk mencapai suatu keberhasilan yang tinggi, orang yang baru mau mencoba melakukan harus mau bertanya dan belajar kepada orang yang berpengalaman. Kemudian dengan tekun dan telaten mencoba dan mencoba dengan tetap terus melakukan koreksi-koreksi menyesuaikan dengan kondisi sarana prasarana yang ada serta kondisi lingkungan masing-masing.
BUDIDAYA Paphiopedillum glaucophyllum
Anggrek ini hanya dijumpai di pulau Jawa dan bersifat endemic, tidak dijumpai di tempat lain. Mengingat jumlahnya yang semakin susah ditemukan di alam tanaman ini dikategorikan sebagai tanaman yang dilindungi dan masuk kelompok Apendik I. Dengar-dengar Kebun Raya Purwodadi memiliki perhatian khusus dan sedang ada proyek untuk perbanyak dan konservasi tanaman ini. Tanaman ini menarik karena dapat digunakan sebagai bunga meja yang akan menghadirkan bunga berbulan-bulan. Seorang teman, wartawan kompas senior Bapak Noercahyo yang banyak perhatian dan cinta tanaman sebelumnya tidak percaya. Tetapi ketika dia mengkoleksi tanaman ini di rumahnya dan menikmatinya bulan demi bulan baru ia merasakannya dan mengungkapkan kepada penulis akan kebenaran itu.
Tanaman yang sering disebut anggrek kantung ini, menurut J.B. Comber yang menulis Orchid of Java tanaman ini banyak dikuras dari alam pada kurun waktu 1965 – 1980. Tanaman ini biasanya hidup pada ketinggian 450 – 770 meter dari permukaan laut, menyukai hidup di tebing-tebing bercadas, di Gunung Semeru dulu banyak dijumpai di lereng-lereng sungai kering tempat mengalirnya lahar, batuan dan pasir dari gunung itu yang sewaktu-waktu dapat turun. Menurut orang yang biasa mencari, tidak mudah mendapatkan tanaman ini karena harus menggunakan tangga satu bambu untuk sampai pada tempat tumbuhnya.
Daunya agak besar, ± 25 cm panjangnya, dan ± 5 cm lebarnya. Bentuknya oval memanjang, ujungnya agak tumpul, warnanya hijau kebiruan dan mengkilat. Tangkai bunga tegak atau kadang menggantung, panjangnya 30 –50 cm, bunganya bergantian, bunga keseluruhan yang berganti-ganti itu dapat mencapai 20 kuntum bahkan bisa lebih. Diameter bunga bervariasi antara 4 - 10 cm. Daun kelopak tengah atau punggung hampir bulat, warna hijau muda dengan garis-garis lengkung warna ungu berjumlah ± 12 buah, separoh di kanan dan separuh di kiri berhadapan, sehingga simetris. Warna bagian belakang hijau keunguan berbulu halus. Daun mahkota membentang, berpilin, berombak, berbulu di pinggir-pinggirnya, terdapat gambaran bercak-bercak merah keunguan berurutan letaknya, ± 4.5 cm panjangnya, dan ± 1 cm lebarnya. Bibirnya ± 4 cm warnanya lembayung muda, lila, bagian yang menutup ungu muda, di bagian dalam berbulu halus warna lembayung.
PERBANYAKAN TANAMAN
Perbanyakan anggrek ini dapat dilakukan sebagaimana tanaman anggrek yang lain yaitu dengan cara vegetatif dan generatif atau perbanyakan aseksual dan seksual. Cara vegetatif dapat didekati dengan mendorong pembentukan anakan, kemudian memisahkan anakan tersebut sendiri-sendiri. Atau bisa pula dengan pendekatan kultur jaringan. Perbanyakan dengan cara kultur jaringan dapat menggunakan daun yang paling muda atau tangkai bunga mudanya. Pada tulisan ini penulis mencoba mengulas lebih banyak pada perbanyakan secara sexual melalui kultur biji.
KULTUR BIJI
Langkah pertama perbanyakan melalui kultur biji adalah kita harus mampu melakukan pembuahan atau menyilang (self). Pada kegiatan ini, sedikit berbeda dengan menyilang pada anggrek yang lain. Struktur bunga anggrek kantung berbeda dengan struktur bunga anggrek Catleya, Phalaenopsis, Dendrobium atau yang lainnya. Karena letak dan bentuk organ kelamin betina dan kelamin jantannya berbeda. Gambar 1 mudah-mudahan dapat menjelaskan letak dan bentuk organ kelamin betina dan jantan pada anggrek Paphiopedilum.
Cara pembuahan sesungguhnya juga mudah, yang penting kita mengetahui dengan benar struktur kelamin bunga ini. Pertama-tama yang harus kita ketahui adalah kematangan bunganya. Berbeda pada bunga anggrek lainnya, kematangan bunga dapat dilihat pada stigma (kelamin betina), bila sudah matang maka pada stigma akan mengalami pelendiran, bila kita sentuh dengan tusuk gigi kita akan mendapatkan seperti lem yang bila ditempelkan ke pollen, maka pollen tersebut akan menempel pada tusuk gigi tersebut. Tanda-tanda berbeda karena pada stigma hanya akan kelihatan ‘jangget’ atau mudah dilekati. Tetapi kondisi ini juga susah dipantau karena letak stigma yang terlindung bibir yang seperti kantong.
Umur bunga menjadi hal yang penting menjadi patokan kita akhirnya. Pada Paphiopedilum glaucophylum bunga siap dibuahi ± 7 hari setelah mekar. Potong atau hilangkan bibir / kantongnya dengan hati-hati, gunting bagian pangkalnya. Maka kita akan dapat melihat ada bagian seperti tudung berwarna hijau, itu bagian yang disebut staminode (bentuk sperti stamen), di bagian bawahnya ada bangunan seperti jamur terbalik warna putih inilah yang disebut stigma (kelamin betina). Di pangkal stigma ada seperti cabang kecil muncul dari sisi kanan dan kiri dengan ujung seperti bulatan-bulatan berwarna coklat, ini adalah pollinium (kumpulan pollen). Kita tinggal mengambil pollinium dengan tusuk gigi kemudian meletakannya di bagian yang menghadap ke bawah di stigma, stigma yang matang akan membuat polen-polen akan menempel.
Buah Paphiopedilum yang mau dikulturkan tidak boleh sampai tua, banyak laporan menanam biji yang tua proses perkecambahannya akan susah karena adanya factor pengahambat. Baiknya kita gunakan biji yang belum begitu tua, pada anggrek Paphiopedilum glaucophylum kita bisa gunakan buah yang berumur ± 3 bulan, jangan sampai kita menaman buah yang sudah kering dan mengkeriput.
Media yang digunakan dapat bervariasi, tetapi banyak yang melaporkan bahwa Paphiopedilum menghendaki media yang berkadar kurang. Knudson C dapat menjadi media dasar yang pantas dicoba. Beberapa media yang direkomendasikan untuk menumbuhkan Paphiopedilum adalah :
Knudson C
Calcium nitrat Ca (NO3) 2 4H2O 1000 mg
Ammonium sulfat (NH4)2 SO4 500 mg
Potassium phosphate KH2 PO4 250 mg
Magnesium sulfate MgSO4 7H2O 250 mg
Ferrous sulfate FeSO4 7H2O 25 mg
Mangane sulfate MnSO4 4H2O 7.5 mg
Sukrose 20 g
Agar 12 g
Burgelf N3f
Calcium nitrat Ca (NO3) 2 4H2O 2000 mg
Ammonium sulfat (NH4)2 SO4 500 mg
Potassium phosphate KH2 PO4 500 mg
Magnesium sulfate MgSO4 7H2O 500 mg
Ferrous sulfate FeSO4 7H2O 40 mg
Potassium Cloride KCl 500 mg
Citric Acid 180 mg
Glucosa 20 g
Agar 12 g
MAI- BG
Ammonium sulfat (NH4)2 SO4 60 mg
Magnesium nitrat Mg(NO3) 2 6H2O 100 mg
Ferrous sulfate FeSO4 7H2O 20 mg
Potassium phosphate KH2 PO4 300 mg
Potassium nitrat K NO3 400 mg
Ammonium nitrat (NH4)2 NO3 370 mg
B1 Start 1 ml.
Glucosa 20 g
Agar 10 g
BUDIDAYA TANAMAN
Memperhatikan pada habitat alaminya yang menyukai tebing-tebing, bebatuan dengan humus yang sedikit. Pada yang di tebing-tebing humusnya berupa lumut-lumut yang sudah lapuk, tidak akan tebal dan tidak basah basah. Maka dari itu membudidayakan Paphiopedilum harus memperhatikan hal-hal itu. Tanaman Paphiopedilum dimasukan dalam golongan anggrek tanah, tapi bukan berarti mau tumbuh baik di tanah. Kita perlu menanam Paphiopedilum pada medium khusus yang mendekati kesamaan atau lebih baik dengan lingkungan alaminya. Anggrek tanah di sini, mungkin perlu kita fahami sebagai bukan epiphyt atau anggrek yang suka menumpang di pohon agar kita tidak salah menanamnya langsung di tanah atau dengan media tanah.
Pengalaman penulis memelihara Paphiopedilum ini, media yang digunakan adalah media campuran berupa : sekam (2 bagian), pupuk kandang kambing bulatan kering (1 bagian) dan kascing / kotoran cacing (1 bagian). Sebaiknya sekam yang digunakan adalah sekam yang sudah mulai lapuk.
Untuk tanaman yang masih-kecil-kecil, asal dari kompot sebaiknya ditanam tidak langsung dalam bentuk pot tunggal / single pot tetapi tetap ditanam 3-4 tanaman dalam satu pot. Hal tersebut untuk ternyata memberi lingkungan pertumbuhan yang lebih baik. Kalau sudah dewasa, dipisahkan tunggal tidak mengapa karena kalau lingkungannya baik tanaman ini mudah sekali membentuk anakan baru.
Lokasi penempatan tanaman ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan kerajinan berbunga, Paphiopedilum ini menyukai sinar pagi dan kelembaban yang cukup. Kalau kita tidak mungkin menempatkan tanaman ini untuk mendapatkan sinar matahari pagi, maka kita bisa tempatkan di mana saja yang penting cukup teduh dan usahakan tidak mendapat sinar matahari sepanjang hari. Penulis memiliki sekelompok tanaman yang ditembatkan di balik tembok, tidak memperoleh sinar matahari pagi, baru mendapat sinar sekitar jam 11.00 tumbuh juga dengan baik, tetapi selain di atasnya ada paranet juga ada bergelantungan anggrek Vanda yang kerimbunan daunnya juga mengurangi penetrasi sinar matahari siang hari yang kuat.
Penyiraman sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan, usahakan tanaman selalu pada lingungan yang lembab. Media tanam tidak boleh basah tetapi juga tidak boleh kering agar perakaran tetap jalan.
Pemupukan dilakukan seminggu 2 kali, menggunakan pupuk lengkap yaitu pupuk yang mengandung hara makro, hara mikro dan vitamin yang diperlukan tanaman. Pada masa pertumbuhan sebaiknya menggunakan pupuk yang kandungan N-nya tinggi atau setidaknya NPK-nya berimbang, sebulan sekali dapat juga diberi pupuk yang kandungan P atau K-nya yang tinggi.
Secara periodic, kita perlu menyiang media dari gulma yang tumbuh. Media campuran yang digunakan selalu menghadirkan problem gulma, karena dalam pupuk kandang kambing biasanya terdapat biji-biji rerumputan yang pada rentang waktu tertentu akan tumbuh. Selain usaha penyiangan gulma, dua minggu sekali sebaiknya tanaman diberi pestisida agar gangguan hama dan penyakit dapat dihindarkan (Untung Santoso).
Tanaman yang sering disebut anggrek kantung ini, menurut J.B. Comber yang menulis Orchid of Java tanaman ini banyak dikuras dari alam pada kurun waktu 1965 – 1980. Tanaman ini biasanya hidup pada ketinggian 450 – 770 meter dari permukaan laut, menyukai hidup di tebing-tebing bercadas, di Gunung Semeru dulu banyak dijumpai di lereng-lereng sungai kering tempat mengalirnya lahar, batuan dan pasir dari gunung itu yang sewaktu-waktu dapat turun. Menurut orang yang biasa mencari, tidak mudah mendapatkan tanaman ini karena harus menggunakan tangga satu bambu untuk sampai pada tempat tumbuhnya.
Daunya agak besar, ± 25 cm panjangnya, dan ± 5 cm lebarnya. Bentuknya oval memanjang, ujungnya agak tumpul, warnanya hijau kebiruan dan mengkilat. Tangkai bunga tegak atau kadang menggantung, panjangnya 30 –50 cm, bunganya bergantian, bunga keseluruhan yang berganti-ganti itu dapat mencapai 20 kuntum bahkan bisa lebih. Diameter bunga bervariasi antara 4 - 10 cm. Daun kelopak tengah atau punggung hampir bulat, warna hijau muda dengan garis-garis lengkung warna ungu berjumlah ± 12 buah, separoh di kanan dan separuh di kiri berhadapan, sehingga simetris. Warna bagian belakang hijau keunguan berbulu halus. Daun mahkota membentang, berpilin, berombak, berbulu di pinggir-pinggirnya, terdapat gambaran bercak-bercak merah keunguan berurutan letaknya, ± 4.5 cm panjangnya, dan ± 1 cm lebarnya. Bibirnya ± 4 cm warnanya lembayung muda, lila, bagian yang menutup ungu muda, di bagian dalam berbulu halus warna lembayung.
PERBANYAKAN TANAMAN
Perbanyakan anggrek ini dapat dilakukan sebagaimana tanaman anggrek yang lain yaitu dengan cara vegetatif dan generatif atau perbanyakan aseksual dan seksual. Cara vegetatif dapat didekati dengan mendorong pembentukan anakan, kemudian memisahkan anakan tersebut sendiri-sendiri. Atau bisa pula dengan pendekatan kultur jaringan. Perbanyakan dengan cara kultur jaringan dapat menggunakan daun yang paling muda atau tangkai bunga mudanya. Pada tulisan ini penulis mencoba mengulas lebih banyak pada perbanyakan secara sexual melalui kultur biji.
KULTUR BIJI
Langkah pertama perbanyakan melalui kultur biji adalah kita harus mampu melakukan pembuahan atau menyilang (self). Pada kegiatan ini, sedikit berbeda dengan menyilang pada anggrek yang lain. Struktur bunga anggrek kantung berbeda dengan struktur bunga anggrek Catleya, Phalaenopsis, Dendrobium atau yang lainnya. Karena letak dan bentuk organ kelamin betina dan kelamin jantannya berbeda. Gambar 1 mudah-mudahan dapat menjelaskan letak dan bentuk organ kelamin betina dan jantan pada anggrek Paphiopedilum.
Cara pembuahan sesungguhnya juga mudah, yang penting kita mengetahui dengan benar struktur kelamin bunga ini. Pertama-tama yang harus kita ketahui adalah kematangan bunganya. Berbeda pada bunga anggrek lainnya, kematangan bunga dapat dilihat pada stigma (kelamin betina), bila sudah matang maka pada stigma akan mengalami pelendiran, bila kita sentuh dengan tusuk gigi kita akan mendapatkan seperti lem yang bila ditempelkan ke pollen, maka pollen tersebut akan menempel pada tusuk gigi tersebut. Tanda-tanda berbeda karena pada stigma hanya akan kelihatan ‘jangget’ atau mudah dilekati. Tetapi kondisi ini juga susah dipantau karena letak stigma yang terlindung bibir yang seperti kantong.
Umur bunga menjadi hal yang penting menjadi patokan kita akhirnya. Pada Paphiopedilum glaucophylum bunga siap dibuahi ± 7 hari setelah mekar. Potong atau hilangkan bibir / kantongnya dengan hati-hati, gunting bagian pangkalnya. Maka kita akan dapat melihat ada bagian seperti tudung berwarna hijau, itu bagian yang disebut staminode (bentuk sperti stamen), di bagian bawahnya ada bangunan seperti jamur terbalik warna putih inilah yang disebut stigma (kelamin betina). Di pangkal stigma ada seperti cabang kecil muncul dari sisi kanan dan kiri dengan ujung seperti bulatan-bulatan berwarna coklat, ini adalah pollinium (kumpulan pollen). Kita tinggal mengambil pollinium dengan tusuk gigi kemudian meletakannya di bagian yang menghadap ke bawah di stigma, stigma yang matang akan membuat polen-polen akan menempel.
Buah Paphiopedilum yang mau dikulturkan tidak boleh sampai tua, banyak laporan menanam biji yang tua proses perkecambahannya akan susah karena adanya factor pengahambat. Baiknya kita gunakan biji yang belum begitu tua, pada anggrek Paphiopedilum glaucophylum kita bisa gunakan buah yang berumur ± 3 bulan, jangan sampai kita menaman buah yang sudah kering dan mengkeriput.
Media yang digunakan dapat bervariasi, tetapi banyak yang melaporkan bahwa Paphiopedilum menghendaki media yang berkadar kurang. Knudson C dapat menjadi media dasar yang pantas dicoba. Beberapa media yang direkomendasikan untuk menumbuhkan Paphiopedilum adalah :
Knudson C
Calcium nitrat Ca (NO3) 2 4H2O 1000 mg
Ammonium sulfat (NH4)2 SO4 500 mg
Potassium phosphate KH2 PO4 250 mg
Magnesium sulfate MgSO4 7H2O 250 mg
Ferrous sulfate FeSO4 7H2O 25 mg
Mangane sulfate MnSO4 4H2O 7.5 mg
Sukrose 20 g
Agar 12 g
Burgelf N3f
Calcium nitrat Ca (NO3) 2 4H2O 2000 mg
Ammonium sulfat (NH4)2 SO4 500 mg
Potassium phosphate KH2 PO4 500 mg
Magnesium sulfate MgSO4 7H2O 500 mg
Ferrous sulfate FeSO4 7H2O 40 mg
Potassium Cloride KCl 500 mg
Citric Acid 180 mg
Glucosa 20 g
Agar 12 g
MAI- BG
Ammonium sulfat (NH4)2 SO4 60 mg
Magnesium nitrat Mg(NO3) 2 6H2O 100 mg
Ferrous sulfate FeSO4 7H2O 20 mg
Potassium phosphate KH2 PO4 300 mg
Potassium nitrat K NO3 400 mg
Ammonium nitrat (NH4)2 NO3 370 mg
B1 Start 1 ml.
Glucosa 20 g
Agar 10 g
BUDIDAYA TANAMAN
Memperhatikan pada habitat alaminya yang menyukai tebing-tebing, bebatuan dengan humus yang sedikit. Pada yang di tebing-tebing humusnya berupa lumut-lumut yang sudah lapuk, tidak akan tebal dan tidak basah basah. Maka dari itu membudidayakan Paphiopedilum harus memperhatikan hal-hal itu. Tanaman Paphiopedilum dimasukan dalam golongan anggrek tanah, tapi bukan berarti mau tumbuh baik di tanah. Kita perlu menanam Paphiopedilum pada medium khusus yang mendekati kesamaan atau lebih baik dengan lingkungan alaminya. Anggrek tanah di sini, mungkin perlu kita fahami sebagai bukan epiphyt atau anggrek yang suka menumpang di pohon agar kita tidak salah menanamnya langsung di tanah atau dengan media tanah.
Pengalaman penulis memelihara Paphiopedilum ini, media yang digunakan adalah media campuran berupa : sekam (2 bagian), pupuk kandang kambing bulatan kering (1 bagian) dan kascing / kotoran cacing (1 bagian). Sebaiknya sekam yang digunakan adalah sekam yang sudah mulai lapuk.
Untuk tanaman yang masih-kecil-kecil, asal dari kompot sebaiknya ditanam tidak langsung dalam bentuk pot tunggal / single pot tetapi tetap ditanam 3-4 tanaman dalam satu pot. Hal tersebut untuk ternyata memberi lingkungan pertumbuhan yang lebih baik. Kalau sudah dewasa, dipisahkan tunggal tidak mengapa karena kalau lingkungannya baik tanaman ini mudah sekali membentuk anakan baru.
Lokasi penempatan tanaman ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan kerajinan berbunga, Paphiopedilum ini menyukai sinar pagi dan kelembaban yang cukup. Kalau kita tidak mungkin menempatkan tanaman ini untuk mendapatkan sinar matahari pagi, maka kita bisa tempatkan di mana saja yang penting cukup teduh dan usahakan tidak mendapat sinar matahari sepanjang hari. Penulis memiliki sekelompok tanaman yang ditembatkan di balik tembok, tidak memperoleh sinar matahari pagi, baru mendapat sinar sekitar jam 11.00 tumbuh juga dengan baik, tetapi selain di atasnya ada paranet juga ada bergelantungan anggrek Vanda yang kerimbunan daunnya juga mengurangi penetrasi sinar matahari siang hari yang kuat.
Penyiraman sebaiknya disesuaikan dengan kondisi lingkungan, usahakan tanaman selalu pada lingungan yang lembab. Media tanam tidak boleh basah tetapi juga tidak boleh kering agar perakaran tetap jalan.
Pemupukan dilakukan seminggu 2 kali, menggunakan pupuk lengkap yaitu pupuk yang mengandung hara makro, hara mikro dan vitamin yang diperlukan tanaman. Pada masa pertumbuhan sebaiknya menggunakan pupuk yang kandungan N-nya tinggi atau setidaknya NPK-nya berimbang, sebulan sekali dapat juga diberi pupuk yang kandungan P atau K-nya yang tinggi.
Secara periodic, kita perlu menyiang media dari gulma yang tumbuh. Media campuran yang digunakan selalu menghadirkan problem gulma, karena dalam pupuk kandang kambing biasanya terdapat biji-biji rerumputan yang pada rentang waktu tertentu akan tumbuh. Selain usaha penyiangan gulma, dua minggu sekali sebaiknya tanaman diberi pestisida agar gangguan hama dan penyakit dapat dihindarkan (Untung Santoso).
Langganan:
Postingan (Atom)