Sabtu, 08 Agustus 2009

Aklimatisasi Anggrek (Bag - 1)



Proses aklimatisasi adalah merupakan proses pengkondisian lingkungan terhadap bibit tanaman yang sebelumnya hidup di dalam botol (secara in vitro) agar selanjutnya dapat hidup di lingkungan luar botol (lingkungan alamiahnya). Proses ini sangat penting dan tidak bisa dikesampingkan dari proses pembibitan dengan pendekatan kultur in vitro atau kultur jaringan. Keberhasilan pada kegiatan pembibitan secara in vitro tanpa diimbangi kesuksesan aklimatisasinya hal tersebut tidak ada artinya. Maka dari itu semua pertimbangan dalam proses perbanyakan tanaman secara in vitro sudah harus mempertimbangakan kemudahan dalam aklimatisasinya.
Kesuksesan proses aklimatisasi bibit anggrek ditentukan oleh beberapa hal penting, di antaranya adalah : jenis bibit anggrek, media in vitro, umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi, dan kemampuan pelaksana. Faktor-faktor tersebut tidak bisa saling dikesampingkan satu dengan lainnya, ketidak tepatan dalam hal satu fator saja dapat menjadi masalah dalam aklimatisasi.
Jenis anggrek, ada jenis anggrek yang dalam proses aklimatisasi tidak banyak bermasalah dan ada jenis anggrek yang proses aklimatisasinya demikian sulitnya. Jenis anggrek yang mudah diaklimasasi akan menghasilkan prosentase bibit hidup yang tinggi, sedangkan jenis yang susah tentu akan menghasilkan prosentase bibit hidup yang rendah bahkan bisa jadi mati semua. Bagi pemula sebaiknya usaha mengeluarkan anggrek dari botol sebaiknya di mulai dengan jenis anggrek yang mudah. Mudah tidaknya bibit anggrek diaklimatisasi secara biologis berkaitan dengan sifat fisiologis dan genetis dari tanaman anggrek itu. Ada bibit yang memiliki sifat fisiologi dan genetis yang menjadikan ‘struggle for live’ yang tinggi tetapi juga ada yang amat rentan. Banyak contoh jenis anggrek yang dianggap ‘mudah’ dalam aklimatisasinya sehingga tidak perlu disebut di sini. Adapun yang dianggap aklimatisasinya ‘sulit’ misalnya adalah anggrek Grammatophyllum scriptum, Dendrobium johanis, Dendrobium laseanthera, Phalaenopsis amboinensis.
Media in vitro, media agar yang digunakan menanam bibit di dalam botol sangat mempengaruhi sifat fisiologi tanaman yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan hidup bibit pada saat aklimatisasi. Media yang dibuat dengan hanya menggunakan hara tersedia atau siap komsumsi bagi tanaman (misalnya media MS / VW saja) tanpa penambahan bahan organik komplek atau pupuk-pupuk yang tidak tersedia akan menghasilkan produk bibit yang bagus tapi kemampuan aklimatisasinya jelek. Kadang juga bisa akibat tambahan bahan yang kurang tepat, misalnya penambahan yang berlebihan atau semestinya tidak ditambahkan, dan faktor pH. Kebanyakan pembibit botolan anggrek dalam pembuatan media sudah menggunakan media yang sangat kombinatif, ke dalam media biasanya ditambahkan bahan organik komplek, seperti : ekstrak pisang, air kelapa, ekstrak tomat, ekstrak nanas, ekstrak kentang, ekstrak apel, pupuk organik, pupuk majemuk, bubur bayi, ekstrak herba dan lain sebagainya. Penambahan organik komplek dapat melatih bibit untuk mengkonsumsi hara makanan yang masih perlu perombakan, sama seperti di lingkungan alamiahnya di luar botol.
Umur Bibit, mengaklimatisasi bibit anggrek dengan umur masih muda lebih beresiko banyak yang mati, untuk itu agar prosentase bibit yang hidup tinggi pilihlah umur bibit dalam botol yang sudah siap dikeluarkan. Bibit yang siap diaklimatisasikan biasanya berumur minimal 6 bulan dalam botol, biasanya pada umur itu tubuhnya lengkap yaitu sudah memiliki daun dan akar yang relatif kokoh. Agar bibit tanaman tumbuh secara maksimal dalam botol, pengaturan jumlah bibit per botol harus dilakukan. Untuk anggrek bulan (Phalaenopsis) yang ditumbuhkan pada botol saos isinya maksimal 20 bibit tanaman, sementara untuk Dendrobium dapat berisi lebih banyak maksimal 30 tanaman. Tidak jarang ditemukan dalam satu botol saos berisi bibit tanaman yang relatif sangat banyak hingga mencapai 50 –60 bibit, kadang kondisi seperti ini menyenangkan dan menjadi pilihan pembeli. Tidak bermasalah kalau dapat menanganinya, hal yang perlu disadari bahwa populasi yang berlebihan akan mengurangi kemampuan tumbuh bibit yang semestinya dan bahkan dapat mengarah pada pertumbuhan yang abnormal seperti ‘etiolasi’ yang dicirikan tubuh tumbuh memanjang (Gambar 1). Kondisi ini pada proses aklimatisasi bibit jelas tidak akan langsung tumbuh tetapi adaptasi terlebih dulu untuk menghasilkan bentuk yang normal.

Media Aklimatisasi, faktor ini penting sekali karena merupakan tempat tumbuh baru bagi bibit. Media yang harus kita pilih adalah media yang adaptif dan kondusif bagi kehidupan dan pertumbuhan bibit. Pertama, karena


Gambar 1. Bibit tanaman yang teretiolasi dengan daun in vitro yang memanjang (A) dan daun baru pada saat aklimatisasi yang bentuknya berbeda (B) (Kiri), bibit yang normal (Kanan)

sebelumnya bibit hidup pada lingkungan botol yang aseptik (tiadak ada pengganggu : jamur, bakteri, virus), maka media aklimatisasi harus diusahakan relatif steril yaitu dengan cara media yang akan digunakan dimasak atau diatoklaf terlebih dahulu. Perlakuan ini sekaligus berfungsi mematangkan / melunakan media agar kondusif bagi pertumbuhan bibit. Pilih media yang mampu memberikan kelembaban tapi tidak disukai jamur dan bakteri. Banyak nurseri yang memilih media aklimatisasi (media kompot) berupa pakis cacahan, spagnum, moss dan pecahan arang.

Kemampuan Pelaksana, faktor ini jelas menjadi penentu keberhasilan aklimatisasi bibit dari botol. Bibit yang bagus ditangani oleh orang yang tidak mampu pasti hasilnya jelek, prosentase kematian tentu tinggi. Sebaliknya bibit yang relatif jelek ditangani orang yang berpengalaman bisa jadi bibit itu dapat terselamatkan. Prosentase kegagalan aklimatisasi bibit anggrek sering terjadi karena kecerobohan pelaksana. Misalnya mengeluarkan bibit tanpa persiapan (asal mengeluarkan), media tanam yang tidak disterilisasi, bibit tidak dibersihkan dan dipestisida, penyiraman yang berlebihan, penempatan yang tidak tepat, pemupukan yang tidak tepat dan lain-lain. Untuk mencapai suatu keberhasilan yang tinggi, orang yang baru mau mencoba melakukan harus mau bertanya dan belajar kepada orang yang berpengalaman. Kemudian dengan tekun dan telaten mencoba dan mencoba dengan tetap terus melakukan koreksi-koreksi menyesuaikan dengan kondisi sarana prasarana yang ada serta kondisi lingkungan masing-masing.

Tidak ada komentar: